Skip to content
Can You Still Have High Cholesterol After Weight Loss_ Her Story Says Yes (1)
Naluri4 min read

Kesehatan Mental di Tempat Kerja dan Dampak Tersembunyi untuk Terus Bertahan

Terkadang, datang ke kantor rasanya seperti separuh berjuang. Di mata orang lain, Anda hadir secara fisik dan menuntaskan pekerjaan. Namun dalam lubuk hati Anda, terdapat pergulatan batin yang membuat Anda merasa tidak tenang, lelah, dan meragukan makna pekerjaan yang Anda lakukan.

Itulah dampak tersembunyi untuk terus bertahan: saat bekerja bukan lagi tentang berkontribusi yang terbaik, namun lebih pada sekadar mencoba bertahan hidup. Jika hal ini terjadi pada Anda, Anda tidak sendirian. Kebanyakan dari kita kesulitan memprioritaskan diri kita sendiri di tempat kerja karena kuatnya perasaan bersalah atau malu yang harus kita hadapi.

Kita semua menjadi pengkritik terburuk bagi diri kita sendiri, dan mungkin kita tergoda menyebut diri kita sendiri kurang “berusaha keras”. Namun, inilah saatnya kita mengubah pola pikir bahwa istirahat dan berhenti sejenak dipandang sebagai “malas”.

Sejalan dengan Hari Kesehatan Mental Sedunia, mari kita bahas mengenai dampak tersembunyi bagi kesehatan mental Anda saat Anda masuk kerja dengan pikiran kosong. Menekan tombol jeda sebenarnya mendukung kemajuan, bukan menghambatnya.

Saat hadir di tempat kerja terasa seperti suatu tugas

Dalam dunia super produktif di mana budaya kesibukan memicu stres dan tiada henti bagi mereka yang butuh istirahat, terus bekerja kerap kali menjadi satu-satunya pilihan. Hal ini menjadikan kita terus menerus berkata pada diri sendiri bahwa kita hanya perlu mengangkat dagu dan kita akan melihat cahaya di ujung terowongan. 

Perjuangannya? Tidak terlihat. Semua orang beranggapan bahwa Anda mampu mengendalikan segala sesuatunya karena Anda “selalu terlihat”. Hal ini terkadang mudah bagi Anda dan orang lain untuk abai dengan perjuangan tak terlihat yang Anda lakukan. 

Dan saat dibiarkan, hal ini akan menimbulkan konsekuensi yang sering kali muncul dengan cara yang tidak disadari:

  • Mati rasa atau mudah tersinggung: Anda merasa mudah tersinggung akan hal-hal kecil atau merasa menjauh dari pekerjaan yang dulu Anda pedulikan.
  • Pengambilan keputusan atau kesalahan buruk: Kelelahan mengaburkan penilaian, berujung pada kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari atau penundaan jadwal proyek.
  • Kelelahan berkepanjangan: Makin lama Anda terus bekerja tanpa mengatasi apa yang terjadi, makin sulit bangkit kembali jika Anda tidak mencari bantuan.

Absenteeism vs presenteeism: Dua sisi perjuangan kesehatan mental di tempat kerja

Saat kita berbicara mengenai kesejahteraan di tempat kerja, absenteeism (tidak masuk kerja sama sekali) kerap kali menjadi pusat perhatian. Namun ada bentuk perjuangan lain yang tidak kalah beratnya: presenteeism. Inilah saat Anda hadir secara fisik namun secara mental dan emosional kelelahan.

Tidak seperti presenteeism, absenteeism bisa dilihat dan diukur. Misalnya, sering tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas atau berulang kali datang terlambat atau pulang lebih awal. Namun, Presenteeism seringkali luput dari perhatian. Hal ini tak terduga dan berlangsung jauh lebih lama dari sewajarnya.

Untuk menggambarkan tingkat keparahan presenteeism, AIA Vitality Survey 2019 yang berjudul “Tempat Kerja Tersehat di Malaysia” mengungkapkan bahwa Malaysia kehilangan 73,3 hari kerja per karyawan per tahun karena absen dan presenteeism pada tahun 2019, berbeda dengan pasar lain yang disurvei.

Di bawah ini beberapa perbedaan utama antara absenteeism dan presenteeism: 

Aspect

Absenteeism

Presenteeism

Definisi

Tidak hadir di tempat kerja karena sakit, stres, atau alasan pribadi

Hadir secara fisik namun sulit fokus dan bekerja secara efektif karena stres, kelelahan, atau masalah kesehatan

Visibilitas

Mudah terlihat – karyawan tidak hadir

Sulit dideteksi – karyawan hadir namun tidak terlibat atau kurang produktif

Dampak terhadap karyawan

Hilangnya penghasilan (jika cuti tanpa gaji), rasa bersalah, telat mengerjakan tugas

Lepasnya ikatan emosional, kelelahan, sering berbuat kesalahan, dan menurunnya kesehatan mental atau fisik

Dampak terhadap tempat kerja

Gangguan sementara pada beban kerja, terlihat adanya kekurangan tenaga kerja

Penurunan produktivitas jangka panjang, berkurangnya kreativitas, dan dampak negatif tak terlihat pada moral dan kinerja tim

Kerugian jangka panjang

Proyek tertunda, beban kerja meningkat pada karyawan lain

Risiko kesalahan lebih tinggi, burnout, tingkat turnover tinggi, dan penurunan kesejahteraan di tempat kerja.


Jeda yang mendorong kemajuan

Belajar mengambil langkah ke belakang dan beristirahat saat terjebak dalam siklus terus-menerus berjuang bisa terasa di luar kemampuan. Namun, ketahanan sejati berarti tahu kapan harus beristirahat dan meminta bantuan. Simak kerangka kerja sederhana ini yang bisa Anda jadikan acuan kapan pun dibutuhkan.

  • Perhatikan tanda-tandanya: Apa Anda selalu merasa lelah namun “terlalu sibuk” untuk beristirahat? Sering melamun saat rapat? Merasa tidak fokus bahkan saat sedang bekerja? Inilah tanda-tanda yang perlu diperhatikan.
  • Akui saja: Mengakui “Saya tidak baik-baik saja” bisa jadi menakutkan, namun mengakui hal itu menjadi langkah penting ke depan.
  • Dimulai dari hal kecil: Berjalan kaki selama 10 menit, istirahat penuh kesadaran, atau menetapkan batasan dengan belajar mengatakan ‘tidak’ bisa menjadi langkah awal yang baik.

Jika Anda memimpin tim, penting sekali memberi tahu tim bahwa boleh saja mengambil istirahat dan jeda. Keselamatan psikologis menjadi faktor kunci dalam menciptakan lingkungan di mana tim merasa nyaman bersuara dan terbuka.  

Menurut survei McKinsey, sebanyak 89 persen responden karyawan menyatakan bahwa keselamatan psikologis di tempat kerja sangat penting.

Buatlah langkah awal dengan mengadakan percakapan yang melebihi KPI, seperti kegiatan evaluasi energi dan praktik yang mendukung keselamatan psikologis.

Kesehatan mental di tempat kerja: Menciptakan lingkungan kerja yang aman secara psikologis

  1. Teladankan keterbukaan - Mengakui kesalahan dan berbagi pembelajaran.
  2. Undang pendapat - Secara aktif meminta masukan, terutama dari anggota yang lebih pendiam.
  3. Normalisasi jeda - Tunjukkan bahwa boleh saja beristirahat dan tidak selalu “aktif”.
  4. Tanggapi dengan sikap peduli - Mengakui emosi tanpa menghakimi.
  5. Buatlah batas-batas mikro - Doronglah untuk mengatakan “tidak” dan perjelas ekspektasi.

Keselamatan psikologis tumbuh saat pemimpin menunjukkan kerendahan hati dalam mengakui kesalahan, bertanggung jawab, dan menerima tanggung jawab. Hal ini memberi sinyal kepada tim bahwa menjadi manusia biasa itu wajar.

Ambil Penilaian Kesehatan Mental Naluri

Melangkah lebih jauh menuju kesehatan mental yang lebih baik berawal dari kesadaran. Mengikuti penilaian akan memberdayakan Anda dalam memahami faktor risiko dan bertindak. Pertimbangkan mengikuti Penilaian Kesehatan Mental Naluri, yang juga menyediakan sumber daya dan rekomendasi gratis sesuai dengan tingkat risiko Anda. 

Penilaian ini juga mencakup pertanyaan tambahan seputar pekerjaan dan kehidupan yang akan membantu Naluri memahami berbagai faktor dalam kehidupan yang bisa mempengaruhi kesehatan mental Anda. 

Pelajari selengkapnya mengenai kampanye Hari Kesehatan Mental Sedunia 2025 di sini.