Skip to content
Membongkar Stigma Terkait Kesehatan Mental Pria
Naluri4 min read

Membongkar Stigma Terkait Kesehatan Mental Pria

Dalam survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesihatan Malaysia, temuan menunjukkan bahwa prevalensi depresi nasional pada orang dewasa Malaysia adalah 2,3% - sekitar setengah juta orang. Namun, meskipun angka ini, beberapa orang masih sulit untuk mencari bantuan dan terbuka tentang perjuangan mereka dengan kesehatan mental.

Hal ini terutama berlaku bagi kaum pria, karena studi menunjukkan bahwa pria lebih cenderung tidak melaporkan gejala depresi dibandingkan wanita. Banyak pria juga tidak mengungkapkan kesulitan emosional mereka kepada dokter.

 

Mengapa sulit bagi pria untuk speak up?

Stereotip gender tradisional adalah salah satu penyebab utama. Norma gender adalah kisaran perilaku dan sikap yang umumnya dianggap dapat diterima, tepat, atau diinginkan untuk seseorang berdasarkan jenis kelamin biologis atau yang dipercayai. Mereka dibentuk oleh masyarakat, budaya, dan agama, dan semuanya berperan dalam menciptakan 'ideal' yang banyak pria merasa tertekan untuk mematuhi. Meskipun norma gender bervariasi dari budaya ke budaya, pria yang fisik kuat atau menonjol, mandiri secara finansial, dan memiliki posisi kekuasaan paling diagungkan.

Bagi pria yang sesuai dengan norma atau stereotip gender, ini bukan masalah. Tetapi bagi pria yang tidak, akibatnya sangat serius. Ketika mengekspresikan emosi atau menunjukkan kerentanan dianggap sebagai kelemahan, pria kurang cenderung mencari bantuan ketika mereka berjuang. Hasilnya seringkali adalah ketergantungan pada diri sendiri yang mematikan, tekanan besar untuk menanggung beban mereka sendiri, dan kemungkinan turun ke dalam spiral kecemasan, depresi, dan rasa benci pada diri sendiri.

Dengan pemikiran-pemikiran seperti itu diterapkan dan diinternalisasi, tidak heran jika pria merasa sulit untuk mencari bantuan ketika menghadapi masalah, apalagi masalah kesehatan mental. Semua stereotip ini hanya membuat sulit bagi mereka untuk mendapatkan bantuan profesional yang mungkin sangat mereka butuhkan.

Kata-kata yang memperpetuasi stereotip

“Man up”, “Jangan kayak cewek deh!”, “Anak laki tuh nggak nangis!”.

Ini adalah pernyataan umum, tampaknya tidak berbahaya yang digunakan untuk memberikan dukungan dalam bentuk ‘tough love’. Namun apa yang mereka lakukan adalah pernyataan merendahkan, meremehkan yang memiliki efek buruk jangka panjang, terutama pada anak laki-laki dan pria, karena subtetks dari pernyataan itu adalah:

Jika Anda tidak memenuhi standar tertentu, maka Anda bukan pria sejati.

Naratif ini menjadi lebih berbahaya ketika dibuat perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan. Meremehkan anak laki-laki karena “berperilaku seperti perempuan” melukiskan gambaran bahwa perempuan somehow inferior terhadap anak laki-laki, dan "sifat feminin" seperti menjadi emosional, tidak konfrontatif, atau sensitif, harus dihindari karena takut terlihat lemah dan kurang dari pria lainnya.

Tekanan ini memaksa pria untuk menampilkan kepura-puraan, untuk tampak teratur, stoik, mandiri, dan kuat, bahkan ketika mereka tidak - pada kerugian kesehatan mental mereka.

Studi tentang efek norma maskulin pada psikologi pria kuliah menunjukkan bahwa norma maskulin secara konsisten dan kuat berkorelasi dengan kesehatan mental yang lebih buruk dan kemungkinan yang lebih rendah untuk mencari bantuan psikologis.

leadership

 

Meningkatkan kesadaran

Kabar baiknya adalah bahwa stereotip gender perlahan-lahan berubah, namun prosesnya lambat. Misalnya, studi menunjukkan bahwa orang muda di Malaysia tidak lagi menekankan kekuatan fisik sebagai tanda maskulinitas. Sebaliknya, kecerdasan emosional telah menjadi sifat yang diinginkan.

Masalah kesehatan mental juga menjadi kurang tabu, dengan lebih banyak orang menemukan keberanian untuk membuka diri tentang perjuangan mereka. Bantuan juga datang dari selebritas pria terkenal yang menggunakan platform mereka untuk berbicara tentang kesehatan mental mereka dan mendorong orang lain untuk lebih terbuka tentang perjuangan mereka. Pria yang secara tradisional maskulin seperti Dwayne 'The Rock' Johnson dan Michael Phelps telah membagikan pengalaman mereka dengan depresi, sementara aktor Chris Evans dan Ryan Reynolds telah membuka diri tentang mengatasi kecemasan. Bahkan Pangeran Harry telah berbicara tentang perjuangannya dengan kesehatan mental setelah kematian ibunya.

 

Mengakhiri stigma kesehatan mental pria

Meskipun semua ini merupakan langkah yang tepat ke arah yang benar, harus ada lebih banyak inisiatif yang diambil dari bawah ke atas. Setiap orang harus memainkan peran mereka dalam menghilangkan stigma seputar kesehatan mental pria, mulai dari tempat kerja hingga rumah tangga.

Di tempat kerja

Pengusaha pria didorong untuk membuka diri tentang perjuangan mereka dengan kesehatan mental dan jujur ​​tentang ketakutan dan kekhawatiran mereka. Ketika pengusaha memperbolehkan diri mereka untuk menjadi rentan dengan tim mereka, itu mengirimkan pesan yang kuat: bahwa karyawan tidak sendirian dalam mengalami saat-saat lemah atau kesulitan dan bahwa membicarakan perjuangan bukanlah tanda kelemahan tetapi tanda kekuatan.

Dibutuhkan keberanian besar untuk mengakui kekurangan dan bergantung pada orang lain dalam keadaan membutuhkan.

Di rumah

Orang tua harus sangat berhati-hati dalam cara anak-anak mereka, terutama anak laki-laki, diperlakukan, mulai dari bahasa yang digunakan hingga contoh yang ditetapkan.

Orang tua sebaiknya tidak memaksa anak laki-laki untuk sesuai dengan definisi sempit tentang apa yang seharusnya menjadi seorang pria dan membiarkan mereka mengalami dan mengekspresikan seluruh emosi mereka tanpa tuduhan "terlalu emosional" atau "terlalu sensitif". Dengan mengajari anak laki-laki bahwa tidak apa-apa untuk mencari saran dari orang lain dan membicarakan perasaan mereka ketika mengalami kesulitan, lebih mungkin mereka akan melakukan hal yang sama di masa dewasa nanti.

 

“Tidak Ada Manusia yang Bisa Hidup Sendiri;”

- John Donne

movember

Dalam semangat November dan maknanya dalam meningkatkan kesadaran kesehatan pria, kami di Naluri mendorong Anda untuk memeriksa keadaan pria di sekitar Anda. Tunjukkan pengertian dan belas kasihan; jangan merasa putus asa jika mereka terlihat enggan membuka diri. Hal terakhir yang harus Anda lakukan adalah memaksa mereka untuk membuka diri sebelum mereka siap. Beritahukan bahwa Anda siap memberikan dukungan dan kenyamanan, dan bersabarlah. Semua ini membutuhkan waktu.

 

Artikel berikut ditulis oleh Pelatih Kesehatan Mental Naluri. Naluri mendukung kamu untuk memiliki kebiasaan hidup sehat, mencapai tujuan kesehatan yang bermakna, dan menjadi lebih sehat dan bahagia melalui pelatihan yang personal, program terstruktur, pembelajaran mandiri, dan alat-alat kesehatan. Download aplikasi Naluri hari ini atau kirim email ke hello@naluri.life untuk informasi lebih lanjut dalam memanfaatkan pelatihan kesehatan digital dan terapi untuk menjadi versi dirimu yang lebih sehat dan bahagia.

You may also like